Oleh: Nur Akrom Sangidin
Di
tengah-tengah panasnya sinar
matahari di
sekitar Pom bensin Ngaliyan, Semarang, seorang pria paruh baya
dengan berseragam celana coklat, topi abu-abu, kemeja putih dengan dibalut
rompi petugas polisi. Ia sibuk dengan tugasnya mengatur parkiran di pinggir
Jalan Raya Prof. Hamka no.111. Nampak
wajah yang begitu bersahaja menyapa para pengendara kendaraan bermotor, baik itu mobil maupun
motor yang hendak parkir di lahan parkirnya di sebuah rumah makan.
Pria
kelahiran 50 tahun silam itu bernama lengkap Sukimin, ayah dari tiga orang anak
hasil penikahan dengan istrinya bernama Jumi’ah. Menurutnya, ia telah bertugas
sebagai tukang parkir di Jalan sekitar
Ngaliyan sejak 2 tahun yang lalu. “Saya bekerja sebagai tukang
parkir di sini sekitar dua tahun yang lalu, setelah memiliki satu anak. Tugas
saya di sini bukan hanya memarkirkan kendaraan, kadang saya juga membantu warga
untuk menyeberang
jalan” ucapnya sambil tersenyum. Menurut Sukimin, setiap harinya ia mendapat penghasilan sekitar
20 hingga 40 ribu rupiah. Cukup tidaknya penghasilan tersebut ia terima dengan
lapang dada. “Setiap hari paling saya dapat 20.000 kalau lagi sepi, kalau lagi rame saya bisa
mendapatkan uang sekitar 50.000. Penghasilan berapa pun saya terima-terima
aja, yang penting masih bisa makan” ujarnya.
Di
era sekarang dengan daya persaingan yang tinggi, Sukimin tidak memiliki pilihan pekerjaan lain.
Pendidikan terakhirnya yang tidak sampai tamat Sekolah Dasar (SD) membuatnya
sulit mencari pekerjaan. Walau dengan penghasilan yang sangat pas-pasan ia
tetap bertahan dalam pekerjaannya. Tak terbayangkan olehnya jika harus kehilangan
pekerjaan yang telah dua tahun ia geluti. Karena
pekerjaannya ini, ia begitu dikenal oleh warga sekitar. Tidak jarang, ia
membantu Polantas yang bertugas di dekat lahan parkirnya dalam mengatur lalu
lintas jika ada kemacetan. Tidak ada harapan untuk mendapat imbalan apapun dari
petugas polantas tersebut. Baginya itu juga merupakan tugasnya sebagai orang
yang mendapat uang di jalanan.
Selain
peduli akan kondisi jalanan, Sukimin juga begitu peduli terhadap keluarganya. Setiap pulang dari tugasnya, ia
langsung memberikan penghasilannya kepada istrinya. Dan menghampiri anak-anaknya
yang masih duduk di bangku sekolah.
Jasa seorang tukang parkir memang tidak akan pernah
dianggap besar oleh orang lain. Namun bagi Sukimin, semua yang dilakukannya
adalah atas dasar ikhlas untuk dapat bermanfaat bagi orang lain. Tak mengenal
hujan atau terik, sehat bahkan sakit, ia terus berusaha semaksimal mungkin dalam
bekerja.
Istrinya
yang setiap hari begitu mengandalkan penghasilan yang diperolehnya tersebut
selalu memberikan dukungan yang maksimal. “Istri dan anak saya adalah segalanya
bagi saya. Mereka lah yang selama ini mendukung saya dan menjadi tonggak
semangat saya. Di jalanan orang tidak peduli akan kondisi saya. Saya bekerja
untuk orang lain dan untuk membantu bukan untuk melanggar”. Sukimin berharap, jika ada kebijakan dari
pemerintah yang berkaitan dengan pekerjaan sebagai tukang parkir, hendaknya
disosialisasikan kepada semua tukang parkir termasuk dirinya. Serta
diadakannya pelatihan atau pengarahan tentang aturan-aturan lalu lintas yang
ada. “Peraturan
lalu-lintas tentu harus kami taati, namun kami harus tahu dan mengerti tentang
peraturan tersebut” tambah Sukimin.
0 komentar:
Post a Comment