Oleh:
Sita Sikha Malia
Adzan subuh telah berkumandang, Sarmin (56) segera menuju ke masjid
untuk jamaah subuh. Usai melaksanakan jama’ah subuh, ia bersiap diri untuk
bekerja. Berprofesi sebagai tukang becak sudah dilakoninya selama 20 tahun.
Jerih payah Sarmin dalam bekerja dilakukan demi anak sematawayangnya.
Handoko seorang mahasiswa semester V Universitas Islam Negeri (UIN)
Walisongo Semarang. Mahasiswa yang berumur 20 tahun ini berasal dari daerah
Tambak Aji Nagliyan-Semarang. Ia dikenal oleh masyarakat sebagai pemuda yang
rajin, patuh terhadap orang tua, dan bahkan ia tak jarang turut andil dalam
kegiatan kemasyarakatan. Sehingga Sarmin bangga memiliki anak sebaik Handoko.
Jum’at 23 Oktober 2016, Handoko meninggalkan kedua orang tuanya. Ia
mendapatkan beasiswa keluar negeri tepatnya di Harvad University Amerika
Serikat. Kedua orang tuanya bangga atas prestasi Handoko. “Handoko setiap malam
belajar dengan rajin sampai tengah malam, saat orang-orang sudah tidur ia belum
tidur”, ungkap Sarmin. Meskipun Handoko dari latar belakang keluarga yang
kurang mampu, ia percaya bahwa dengan kesungguhan belajar mimpi keluar negeri
akan terwujud.
Kerinduan yang mendalam dirasakan oleh Handoko selama di luar
negeri. Memandang foto kedua orang
tuanya pun tak mengobati rasa rindunya. Bahkan matanya lembab kemerah-merahan
meresapi kerinduan kepada orang tuanya. Kesedihan terus-menerus di alaminya,
surat-menyurat merupakan hal yang dapat sedikit mengobati rasa rindu kepada
orang tuanya. “Saya sering meneteskan air mata ketika di surati Handoko, ngga
nyangka anak dari tukang becak bisa kuliah di luar negeri”, kata Sarmin.
0 komentar:
Post a Comment